Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Laporan Praktikum Analisis Alkohol dengan Kromatografi Gas


Glosaria.com - Percobaan Analisis Alkohol dengan Kromatografi Gas bertujuan untuk menentukan kandungan etanol dalam sampel minuman dengan kromatografi gas menggunakan standar internal. Prinsip dasar yang digunakan pada percobaan ini adalah metode standar internal. Metode standar internal merupakan metode dimana komponen yang digunakan sebagai standar internal memiliki kesamaan struktur kimia dengan sampel maupun standar tetapi tidak ada dalam sampel.

PRAKTIKUM ANALISIS INSTRUMEN
“ANALISIS ALKOHOL DENGAN KROMATOGRAFI GAS”
 

A. Tujuan

Menentukan kandungan etanol dalam sampel minuman dengan kromatografi gas menggunakan standar internal.

B. Dasar Teori

1. Analisis Kualitatif dan Analisis Kuantitatif

Kimia analitik bisa dibagi menjadi bidang-bidang yang disebut analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif berkaitan dengan identifikasi zat-zat kimia, sedangkan analisis kuantitatif berkaitan dengan penetapan jumlah suatu zat tertentu yang terkandung dalam suatu sampel. Zat tersebut dinyatakan sebagai konstituen atau analit yang menyusun sebagian kecil atau sebagian besar sampel yang dianalisis. Jika zat yang dianalisa tersebut menyusun lebih dari sekitar 1% dari sampel, maka analit ini dianggap sebagai konstituen utama. Zat dianggap konstituen minor jika jumlahnya berkisar antara 0,01 hingga 1 dari sampel (Day dan Underwood, 1988).

Analisis kualitatif menggunakan dua macam uji yaitu reaksi kering dan reaksi basah. Reaksi kering dapat ditetapkan untuk zat-zat padat dan reaksi basah digunakan untuk zat dalam larutan. Reaksi kering merupakan sejumlah uji yang dapat dilakukan dalam keadaan kering, yaitu tanpa melarutkan. Petunjuk untuk operasi semacam ini ialah pemanasan, uji nyala, uji spektroskopi, dan uji pipa tiup. Reaksi basah merupakan uji yang dibuat dengan zat-zat dalam larutan suatu reaksi diketahui berlangsung dengan terbentuknya endapan, pembebasan gas, dan perubahan warna. Mayoritas reaksi analisis kualitatif dilakukan dengan cara reaksi basah (Svehla, 1985).

2. Kromatografi Gas

Kromatografi gas merupakan salah satu teknik pemisahan senyawa berdasarkan perbedaan distribusi pergerakan yang terjadi diantara fase gerak dan fase diam untuk pemisahan senyawa yang berada pada larutan. Senyawa gas yang terlarut dalam fase gerak akan melewati kolom partisi yang merupakan fase diam. Senyawa yang memiliki kesesuaian kepolaran dengan bahan yang berada di dalam fasa diam yang diletakkan di dalam kolom partisi akan cenderung bergerak lebih lambat daripada senyawa yang memiliki perbedaan keolaran dengan bahan yang ada di kolom partisi (Rivai, dkk. 2014).

Kegunaan umum dari kromatografi gas adalah untuk pemisahan dinamis dan identifikasi semua jenis senyawa organik yang mudah menguap dan juga untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran. Kromatografi gas terdapat dua tipe yang sering digunakan yaitu gas solid (adsorption) chromatography dan gas-liquid (patition) chromatography. Pada tipe kromatografi gas-cair lebih banyak digunakan dan menggunakan kolom kapiler sebagai fasa diamnya (Gandjar, 2007).

Bagian-bagian dasar yang terdapat pada kromatografi gas sebagai berikut:

a. Gas Pembawa

Gas pembawa atau fase gerak tujuan utamanya yaitu membawa sampel (solute) menuju kolom dan tidak berpengaruh pada selektivitas. Syarat gas pembawa yaitu murni dan tidak reaktif. Gas pembawa keadaan murni bertujuan agar tidak berpengaruh pada detektor dan disimpan dalam tangki bertekanan tinggi. Contoh gas pembawa yaitu hidrogen, helium, nitrogen, argon, argon+metana 5%, dan karbon dioksida (Gandjar, 2007).

b. Sistem Injeksi Sampel

Komponen utama selanjutnya adalah ruang suntik atau inlet. Fungsinya adalah untuk mengahantarkan sampel ke aliran gas pembawa menuju kolom (Gandjar, 2007). Kromatografi gas biasanya digunakan yaitu sampel berupa cairan dan diinjeksikan ke dalam kotak panas yang berfungsi untuk mengubah sampel cair menjadi fasa gas tanpa terfraksinasi dan terdekomposisi. Pada kolom kapiler biasanya digunakan sampel yang sedikit yaitu 0,1 nL yang membutuhkan gas pembawa sehingga hanya dalam jumlah kecil sampel yang masuk ke dalam kolom (Dean, 1995).

Sampel yang diperlukan sangat kecil, dalam pengukurannya akan sulit maka digunakan teknik pemecah diinjeksikan sehingga aliran gas akan dibagi 2 setelah diinjeksikan, satu aliran akan dimasukkan ke dalam kolom dan aliran lainnya akan dibuang (Gandjar, 2007).

c. Kolom

Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam, sehingga merupakan komponen yang sentral (Gandjar, 2007). Kolom yang berfungsi sebagai pemisah mengandung fase diam yang biasa berupa kromatografi gas, padat, dan cair. Kolom tersebut terbuat dari logam, gelas, atau silika (Dean, 1995).

Fase diam yang dipilih berdasarkan polaritas dari sampel yang akan diujikan dengan prinsip “like dissolved like”. Fase diam yang polar akan lebih berinteraksi dengan senyawa yang lebih polar, sebaliknya fase diam yang non polar akan lebih berinteraksi dengan senyawa yang lebih non polar (Christian, 2004).

d. Pengaturan Suhu

Kromatografi gas didasarkan pada dua sifat senyawa yang dipisahkan yakni kelarutan senyawa dan titik didih senyawa. Titik didih senyawa berhubungan dengan suhu, maka suhu merupakan faktor utama dalam kromatografi gas. Suhu kolom dapat berkisar antara -100oC – 400oC tetapi tatap harus dikendalikan karena pada fase tertentu fase diam berada dalam fase padatnya (Gandjar, 2007).

e. Detektor

Komponen yang terpenting selanjutnya yaitu detektor. Detektor merupakan perangkat yang berada di ujung kolom tempat keluarnya fase gerak yang membawa sampel yang telah dipisahkan menjadi komponennya (Gandjar, 2007). Detektor harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

  1. Sensitivitas yang tinggi
  2. Stabil
  3. Waktu respon terhadap senyawa yang cepat
  4. Respon yang baik pada semua komponen organik
  5. Kemudahan penggunaan (Day dan Underwood, 1986)

Flame-ionization detector (FID) adalah detektor yang paling populer karena memiliki sensitivitas yang tinggi, yakni 0,02 coloumb per gram dari hidrokarbon (Dean, 1995). Detektor ini tidak sensitif terhadap kebanyakan bahan anorganik dan termasuk air, sehingga pelarut dapat diinjeksikan dan tidak mengganggu hasil kromatogram (Christian, 2004).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemisahan komponen dari kromatografi gas adalah:

S = K . I2 . R . ((λc – λs) / λc). (Tf – Tb)

Keterangan:
S= kepekaan
K= tetapan sel yang bergantung pada geometri sel
I= arus pada kawat pijar
R= tekanan kawat pijar
λc= hantar bahang gas pembawa
λs= suhu balok detektor

Faktor yang mempengaruhi kromatografi gas sebagai berikut:

a. Arus

I2 menunjukkan bahwa peningkatan arus pada kawat pijar akan meningkatkan sinyal keluaran secara berarti. Peningkatan arus kawat pijar menyebabkan peningkatan suhu kawat pijar R. kepekaan akan meningkat sebesar 4-8x untuk setiap peningkatan arus kawat pijar sebesar 2x. peningkatan arus yang terlalu tinggi akan menyebabkan garis atas dapat membakar kawat pijar.

b. Gas pembawa dan suhu

gas pembawa harus dipilih yang mempunyai hantar bahang sebesar-besarnya. Hidrogen atau helium menghasilkan kepekaan tertinggi untuk senyawa organik. Peningkatan suhu kawat pijar Tf akan meningkatkan kepekaan detektor. Suhu balok detektor harus diusahakan serendah mungkin agar selisih (Tf-Tb) menjadi besar. Suhu balok harus cukup tinggi agar cuplikan tidak mengembun di dalam detektor.

Sehingga untuk meningkatkan kepekaan detektor hantar bahang harus meningkatkan arus kawat pijar, merendahkan suhu balok detektor, dan memilih gas detektor yang mempunyai hantar bahang yang tinggi.

3. Gas Chromatoraphy-Mass Spectrometry (GC-MS)

GC-MS atau gas chromatography mass spectrometry merupakan metode pemisahan senyawa organik yang menggunakan dua metode analisis senyawa yaitu kromatografi gas (GC) untuk menganalisis jumlah senyawa secara kuantitatif dan spektrofotometri massa (MS) untuk menganalisis struktur molekul senyawa analit. Gas kromatografi merupakan salah satu teknik Spektroskopi yang menggunakan prinsip pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen penyusunnya.

Gas kromatografi biasa digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat pada campuran gas dan untuk menentukan konsentrasi suatu senyawa dalam fasa gas. Spektroskopi massa adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan cara mencari perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya diketahui dengan mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik seragam. Penggunaaan kromatografi gas dapat dipadukan dengan Spektroskopi massa. Paduan keduanya dapat menghasilkan data yang lebih akurat dalam pengidentifikasian senyawa yang dilengkapi dengan struktur molekulnya (Pavia, 2006).

4. Metode Standar Internal

Analisis kuantitatif secara kromatografi gas menggunakan metode standar internal. Metode standar internal digunakan karena terdapat ketidakpastian yang disebabkan injeksi sampel. Kecepatan aliran gas, dan variasi keadaan kolom dapat diminimalisasi. Standar internal yang telah diukur dengan seksama dimasukkan ke dalam setiap larutan baku dan sampel. Rasio puncak analit terhadap luas puncak standar internal adalah parameter analisisnya. Puncak standar internal dan puncak lainnya harus terpisah dengan baik sebagai syarat keberhasilan dalam metode standar internal (Skoog, dkk. 1994).

Metode standar internal merupakan suatu metode dimana komponen yang digunakan sebagai internal standar memiliki kesamaan struktur kimia dengan sampel maupun standar tetapi tidak ada dalam sampel. Jumlah internal standar yang ditambahkan pada sampel dan standar harus dalam jumlah yang sama, serta senyawa ini harus terpisah dengan baik selama proses pemisahan (elusi). Metode ini seringkali digunakan untuk sampel yang tidak mungkin diinjeksi langsung pada kromatografi gas. Oleh karena itu, perlu dilakukan preparasi sampel terlebih dahulu jika sampel berbentuk padatan, kadar analit terlalu rendah atau tinggi, tidak stabil, dan terurai dengan suhu tinggi pada kromatografi gas, sampel yang dapat mencemari instrumentasi atau mengganggu analisis, dan sampel dalam pelarut yang tidak sesuai.

Penggunaan metode standar internal pada kromatografi dianggap paling efektif dan akurat dibandingkan metode lain karena metode ini dapat mengkompensasi sumber kesalahan, seperti dapat menghilangkan pengaruh karena adanya perubahan pada ukuran sampel, penguapan sampel, serta meminimalkan kesalahan dari instrumentasi (Hidayat, dkk. 2015).

5. Alkohol

Alkohol (R-OH) adalah istilah yang umum bagi senyawa organik apapun yang memiliki gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon. Alkohol memiliki banyak golongan dilihat dari gugus fungsinya. Golongan alkohol yang paling sederhana adalah metanol dan etanol (Fessenden dan Fessenden, 1982).

Alkohol merupakan senyawa volatil yang mudah menguap, sehingga pada pemisahannya dapat digunakan dengan metode kromatografi gas berdasarkan pada besar kecilnya titik didih berbanding lurus dengan bobot molekul. Semakin besar titik didih suatu senyawa pada pemisahan dengan kromatografi gas, maka retensinya akan semakin cepat. Titik didih senyawa alkohol yaitu metanol 65oC, etanol 78,5oC, n-propanol 97oC, dan butanol 137-139oC (Hart, 2003).

C. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas beaker 25 mL, labu ukur 10 mL,  pipet ukur 1 mL, pipet tetes, corong gelas, bola hisap, wadah sampel, label, dan botol akuades.

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah 1-propanol, etanol, akuades, dan sampel bir/anggur.

D. Cara Kerja

1. Pembuatan kurva standar (kalibrasi)

Lima larutan dengan konsentrasi yang berbeda dibuat dengan etanol yaitu dengan pengenceran 0,2 mL; 0,4 mL; 0,6 mL; 0,8 mL; dan 1 mL. alkohol standar yang ditambahkan dengan 1 mL 1-propanol pada masing-masing labu ukur dan ditanda bataskan dengan akuades 10 mL. Konsentrasi propanol dalam larutan menjadi 10 % (1 mL 1-propanol dalam 10 mL campuran etanol-air). Kemudian larutan diambil 1 mikroliter dan diinjeksi pada kromatografi gas. Hasil kromatogram yang diperoleh kemudian dibuat kurva standar antara rasio luas area etanol terhadap 1-propanol dengan persen etanol.

2. Menentukan kadar etanol dalam bir/anggur

Sampel sebanyak 1 mL ditambahkan 1 mL 1-propanol dan ditambahkan akuades sampai tanda batas hingga 10 mL. kemudian larutan diambil sebanyak 1 mikroliter dengan syringe dan diinjeksikan pada kromatografi gas. Kromatogram yang diperoleh, ditentukan rasio luas puncak etanol terhadap 1-propanol. Persen etanol dapat dihitung dengan menggunakan kurva standar.

E. Data Hasil Pengamatan

No.

Konsentrasi

Rasio

1.

2%

0,1802767966

2.

4%

0,3143850831

3.

6%

0,403413345

4.

8%

0,5069575984

5.

10%

0,6482770429

Rasio sampel = 0,4485106701
Kadar etanol dalam sampel = 6,6739%

F. Pembahasan

Percobaan yang dilakukan berjudul Analisis Alkohol dengan Kromatografi Gas. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kandungan etanol dalam sampel minuman dengan kromatografi gas menggunakan standar internal. Prinsip dasar yang digunakan pada percobaan ini adalah metode standar internal. Metode standar internal merupakan metode dimana komponen yang digunakan sebagai standar internal memiliki kesamaan struktur kimia dengan sampel maupun standar tetapi tidak ada dalam sampel. Senyawa 1-propanol yang digunakan sebagai larutan standar internal dimasukkan dalam sampel yang akan diujikan karena adanya kemiripan sifat dari 1-propanol dan sampel. Sampel akan diujikan menggunakan alat Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) untuk menentukan konsentrasi dan kadar etanol.

Syarat untuk standar internal harus menimbulkan peak yang terpisah sepenuhnya, tetapi harus terelusi dengan komponen-komponen yang akan diukur. Kedua, tinggi atau luas peak harus sama dengan tinggi atau luas peak dari komponen-komponen yang akan diukur. Ketiga, secara kimiawi harus serupa dengan sampel, tetapi tidak boleh dalam sampel aslinya. Struktur antara etanol dan 1-propanol yang hampir sama yaitu senyawa hidrokarbon dengan larutan tersebut hampir sama. Konsentrasi 1-propanol dibuat sama agar dapat dijadikan standar yang dapat dibandingkan dengan etanol. Selanjutnya ditambahkan dengan akuades hingga tanda batas. Pengenceran pada larutan dibuat karena pemisahan yang maksimal dapat dilakukan pada larutan yang encer sehingga diperoleh puncak yang tajam pada kromatogram. Pembuatan larutan standar ini untuk selanjutnya dibuat grafik kurva standar dan ditentukan konsentrasinya,

Percobaan diawali dengan pembuatan kurva standar (kalibrasi). Pembuatan kurva standar (kalibrasi) digunakan untuk mengetahui standar. Alkohol absolut dicampurkan dengan 1-propanol. Campuran kemudian diencerkan dengan akuades. Pengenceran dilakukan untuk menguraikan senyawa menjadi ion-ionnya dan memperkecil konsentrasinya. Larutan kemudian digojog supaya homogen, kemudian diinjeksikan pada kromatografi gas.

Percobaan kedua yang dilakukan yaitu menentukan kadar etanol dalam bir/anggur. Sampel dicampurkan dengan 1-propanol kemudian digojog hingga homogen. Larutan standar yang digunakan untuk menentukan kadar etanol dalam sampel bir/anggur yaitu 1-propanol karena strukturnya mirip dengan komponen yang akan diselidiki (etanol). Larutan kemudian diinjeksikan pada kromatografi gas.

Pengukuran sampel dan larutan standar dilakukan dengan menggunakan instrumen GC-MS. Metode analisis yang digunakan dengan membaca kromatogram spektra yang terdapat pada kedua metode yang digabungkan. Sampel yang mengandung banyak senyawa akan terlihat dari banyaknya puncak (peak) dalam spektra GC-MS. Pengukuran dengan GC-MS dilakukan dengan menginjeksikan sampel ke dalam inlet. Inlet adalah tempat dimana sampel berubah menjadi fase gas dengan suhu maksimal 300oC. sampel yang berbentuk cair akan menguap jika telah melewati titik didihnya (kurang dari 300oC) sampel akan dialirkan ke dalam kolom dengan gas sebagai fase gerak. 

Gas yang digunakan pada percobaan ini adalah gas helium. Penggunaan gas helium digunakan karena merupakan golongan VIII A yang memiliki sifat stabil dan sukar bereaksi (inert) sehingga tidak mudah menimbulkan ledakan. Gas helium yang digunakan berkualitas gas UHP (Ultra High Purity). Tingkat kemurnian gas UHP sebesar 99,999% dengan pengotor H2O dan O2, sehingga digunakan trap supaya gas helium lebih murni. Fase gerak yang digunakan dalam kromatografi harus inert karena dalam kromatografi yang diukur adalah pemisahan sampel. Jika gas inert bereaksi dalam suatu sampel maka akan mempengaruhi pemisahan sampel, karena interaksi dengan fase cenderung berubah. Tekanan gas yang digunakan dalam kromatografi adalah 30 psi karena dalam tekanan tersebut sampel dapat memisah dengan baik.

Sampel yang berada di inlet akan dibawa oleh aliran fasa gerak di dalam kolom. Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fasa diam. Fasa diam yang digunakan adalah fenil metil polisiloksan yang bersifat non polar. Kolom berbentuk melingkar dengan panjang mencapai 30 meter dan inner diameternya 0,25 mm. permukaan dalam diameter tersebut merupakan tempat fasa diam (fenil metil polisilaksan). Pemilihan fase diam harus disesuaikan dengan sampel yang akan dipisahkan. Fase diam yang bersifat non polar akan berinteraksi dengan senyawa sampel yang bersifat non polar seperti pada prinsip ‘like dissolved like’. Etanol kurang berinteraksi dengan fase diam sedangkan 1-propanol berinteraksi lebih kuat dengan fase diam. Hal ini disebabkan karena sifat etanol lebih polar daripada 1-propanol. Etanol akan keluar dari kolom lebih cepat. Waktu interaksi antara fase diam dengan sampel adalah waktu retensi. Etanol memiliki waktu retensi yang lebih pendek atau singkat daripada 1-propanol. Waktu retensi akan sangat bervariasi dan bergantung pada:

1. Titik didih senyawa

Senyawa yang mendidih pada temperatur yang lebih tinggi daripada temperatur kolom akan menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk berkondensasi sebagai cairan pada awal kolom. Titik didih yang tinggi akan memiliki waktu retensi yang lebih lama.

2. Kelarutan dalam fase cair

Senyawa yang mudah larut dalam fase cair akan mempunyai waktu yang lebih singkat untuk dibawa oleh fase gerak. Kelarutan yang tinggi dalam fase diam berarti memiliki waktu retensi yang lama.

3. Temperatur kolom

Temperatur tinggi menyebabkan pergerakan molekul-molekul dalam fase gas baik karena molekul-molekul lebih mudah menguap atau karena energi atraksi yang tinggi cairan. Temperatur yang tinggi mempersingkat waktu retensi untuk segala sesuatu di dalam kolom.

Pemanasan yang terjadi pada kolom terbagi menjadi dua yaitu pemanasan dengan suhu konstan dan pemanasan dengan suhu yang diatur. Pemanasan dengan suhu konstan yaitu pemanasan yang dari awal hingga akhir proses pemisahan suhu oven di jaga agar tetap konstan. Pemanasan dengan suhu yang diatur atau terprogram yaitu pemanasan dengan suhu yang diatur. Untuk pengujian ini, suhu oven tidak boleh lebih dari 300oC karena fenil metil polisiloksan pada fasa diam memiliki titik lebur 375oC. Sampel yang telah melalui kolom dan terpisah dari campurannya akan dialirkan menuju detektor. Detektor yang digunakan adalah detektor MS (Mass Spectrometry). Detektor MS digunakan untuk mengetahui berat molekul senyawa yang dianalisis, sehingga dapat diketahui strukturnya. Detektor MS akan menembak dengan elektron energi tinggi pada ion molekular dan komponen senyawa sampel yang telah terpisahkan dan masuk dalam detektor MS. Hasil dari penembakan akan membuat senyawa menjadi terfragmentasi. Hal ini menyebabkan senyawa terpecah dan menampilkan data hasil analisis dalam bentuk kromatogram.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan diperoleh grafik hubungan konsentrasi etanol terhadap rasio dengan nilai y=0,0564x + 0,0721 dan R2=0,994. Nilai R2 yang baik adalah R2>0,995 (Shargel, 1985). Nilai koefisien korelasi tersebut menunjukkan bahwa detektor MS talah memberikan respon yang linier antara luas puncak dan konsentrasi sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa alat kromatografi gas yang digunakan mempunyai linieritas yang hampir tinggi (Suaniti, dkk. 2018). Semakin tinggi konsentrasi etanol, harga area yang diberikan juga semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dari peak yang semakin tinggi. Area peak sampel dan persamaan regresi digunakan untuk menghitung kadar etanol dalam sampel. Berdasarkan percobaan dan perhitungan didapatkan kadar etanol sebesar 6,6739%. Hal ini menunjukkan bahwa minuman tersebut mengandung alkohol dengan kategori golongan B yaitu kadar etanol 5-20% (Menkes RI, 1977).

G. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan kandungan etanol dalam sampel minuman dengan kromatografi gas menggunakan standar internal sebesar 6,6739% dan hasil rasio sebesar 0,4485.

F. Daftar Pustaka

  • Christian, G. D. 2004. Analytical Chemistry. USA: Jhon Wiley and Sans, Inc.
  • Day, R. A. dan Underwood, A. L. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
  • Dean, J. A. 1995. Analytical Chemistry Handbook. USA: Mc Graw-Hill, Inc.
  • Fessenden, R. J. dan Fessenden, S. J. 1982. Kimia Organik I. Jakarta: Erlangga.
  • Gandjar, G. I. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Hart. 2003. Kimia Organik Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga.
  • Hidayat, R., Pasaribu, S. P., dan Saleh, C. 2015. Penggunaan Internal Standar Nitrobenzena Untuk Penentuan Kuantitatif BTEX dalam Kondensol Gas Alam dengan Kromatografi Gas. Jurnal Kimia Mulawarman. Vol 12 No. 2.
  • Menteri Kesehatan RI. 1977. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 86/MENKES/PER/IV/77 tentang Minuman Keras. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
  • Paviu, D. L., Gary, M. L., George, S. K. 2006. Introduction to Organic Laboratory Techniques. Thomson Brooks.
  • Rivai, M., Faricha, A., dan Suwito. 2014. Sistem Identifikasi Gas Menggunakan Sensor Surface Aloustic Wave dan Metode Kromatografi. Jurnal Teknik ITS Vol. 3 No. 2.
  • Shargel, L. 1985. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan Edisi Kedua. Surabaya: Universitas Airlangga.
  • Skood, D. A., West, D. M., dan Holler, F. J. 1994. Analytical Chemistry An Introduction. USA: Saunders College Publishing.
  • Suaniti, N. M. dan Astuti, W. N. P. 2018. Validasi Metode dalam Penentuan Kadar Etanol Pada Arak dengan Menggunakan Kromatografi Gas Dtektor Ionisasi Nyala. Jurnal Kimia Vol 11 No. 2.
  • Svehla, G. 1985. Analisis Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT. Kalman.
  • Shriver, D. F. 1940. Inorganic Chemistry. New York: W. H. Freeman and Company.

Posting Komentar untuk "Laporan Praktikum Analisis Alkohol dengan Kromatografi Gas"