Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Laporan Praktikum Kekuatan Medan Ligan

Laporan Praktikum Kekuatan Medan Ligan


Glosaria.com - Percobaan berjudul Kekuatan Medan Ligan bertujuan untuk mempelajari perbedaan kekuatan medan ligan antara ligan amonia dan air. Prinsip kerja penentuan kekuatan medan ligan dengan cara penentuan harga 10 Dq. Percobaan ini menggunakan metode pengukuran panjang gelombang maksimal melalui nilai absorbansi dari larutan yang diukur menggunakan alat spektronik.

PRAKTIKUM KIMIA KOORDINASI
“KEKUATAN MEDAN LIGAN”

 

A. Tujuan

Mempelajari perbedaan kekuatan medan ligan antara ligan amonia dan air.

B. Dasar Teori

1. Senyawa Kompleks

Senyawa yang tersusun atas atom-atom merupakan senyawa kovalen, sedangkan yang tersusun atas ion-ion merupakan senyawa ionik. Di dalam senyawa kovalen, atom-atom berikatan satu dengan yang lain melalui ikatan kovalen. Pada waktu terbentuk ikatan kovalen terjadi pemakaian bersama pasangan elektron. Ikatan kovalen dapat juga terbentuk dengan pasangan elektron berasal dari salah satu atom. Ikatan kovalen dengan pasangan elektron berasal dari salah satu atom yang berikatan disebut kovalen koordinasi. Molekul yang menyumbangkan pasangan elektron bebas berlaku sebagai basa lewis, sedangkan molekul yang menerima pasangan elektron bebas berlaku sebagai asam lewis (Effendy, 2007).

Secara umum, senyawa yang pembentukannya melibatkan pembentukan ikatan kovalen koordinasi. Dalam konteks yang lebih khusus, senyawa koordinasi adalah senyawa yang pembentukannya melibatkan pembentukan ikatan kovalen koordinasi antara ion logam atau atom logam dengan atom non logam. Senyawa kompleks dapat merupakan senyawa kompleks netral atau senyawa kompleks ionik. Dalam pembentukan senyawa kompleks netral atau senyawa kompleks ionik, atom logam atau ion logam disebut sebagai atom pusat, sedangkan atom yang dapat mendonorkan elektronnya ke atom pusat disebut atom donor (Effendy, 2007).

2. Ligan

Pembentukan senyawa koordinasi selalu ada molekul-molekul atau ion-ion yang mendonorkan elektron-elektron, biasanya merupakan pasangan elektron, pada atom logam atau non logam. Molekul-molekul atau ion-ion tersebut disebut dengan ligan. Ligan-ligan membentuk ikatan kovalen dengan atom logam atau ion logam melalui satu atau lebih atom yang terdapat pada ligan tersebut. Atom-atom tersebut disebut atom donor. Jenis ligan adalah sangat bervariasi, mulai dari ligan yang paling sederhana, yaitu ligan yang terdiri dari satu atom seperti F- sampai ligan yang sangat rumit seperti ligan-ligan makrosiklik. Jenis-jenis ligan diantaranya adalah ligan monodentate, ligan bidentat, ligan tridentat, ligan tetradentat atau kuadridentat, ligan pentadentate, ligan heksadentat, ligan tripod, ligan makrosiklik (Effendy, 2007).

Ligan merupakan spesimen yang mampu menyumbangkan pasangan elektron pada atom logam pusat atau ion dan merupakan dasar tindakan ion sebagai asam lewis. Ligan yang hanya memiliki satu pasang elektron yang dapat menyumbangkan disebut ligan unidentate (Petrucci dan Harwood, 1989).

3. Spektrofotometer

Sebuah spektrofotometer dapat dianggap sebagai sebuah fotometer fotolistrik yang diperhalus yang menguntungkan. Penggunaan pita-pita cahaya yang sinambung variabelnya dan lebih mendekati monokromatis atau pita-pita sempit energi cahaya dari sumbernya (Basset, dkk. 1994).

Sebuah spektrofotometer adalah suatu instrumen untuk mengukur transmitan atau adsorbansi suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Pengukuran terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal secara manual atau merekam atau sebagai berkas tunggal atau berkas rangkap. Dalam praktek, instrumen berkas tunggal biasanya dijalankan secara manual, dan instrumen berkas spektra umumnya mencirikan perekaman automatic terhadap spektrum dengan instrumen berkas tunggal (Day dan Underwood, 2002).

4. Teori Medan Ligan

Teori ini mula-mula diberikan oleh Bethe (1929) dan Van Vloek (1931-1935), tetapi baru berkembang pada tahun 1957. Sebab-sebab terbentuknya teori ini, karena teori ikatan valensi mempunyai beberapa kelemahan seperti:

  • Terdapat warna-warna dalam senyawa kompleks tidak dapat diterangkan dengan teori ini.
  • Ion-ion Ni2+, Pd2+, Pt2+, dan Au2+, yang biasanya membentuk kompleks planar segi empat dapat membentuk kompleks tetrahedral atau kompleks dengan bilangan koordinasi s.
  • Adanya beberapa kompleks yang memiliki membentuk order orbital kompleks.
  • Teori ikatan valensi tidak dapat menjelaskan terjadinya elektrolit.
  • Keterangan tentang terjadinya kompleks planar segiempat dari [Cu(Ni)4]2+
  • Perbedaan antara kompleks ionik dan kompleks kovalen (Sukardjo, 1992).

Teori medan ligan adalah salah satu teori yang paling bermanfaat untuk menjelaskan struktur elektronik kompleks. Adanya teori ini merupakan aplikasi teori medan kristal pada sistem kompleks (Saito, 1996). Teori medan ligan merupakan aplikasi teori orbital molekul pada kompleks logam transisi. Ion logam transisi mempunyai enam orbital atom terhibridisasi dengan energi yang sama untuk bergantung pada geometri kompleks. Walaupun begitu, untuk tujuan tertentu, kebanyakan analisis berfokus pada kompleks octahedral dengan enam ligan berkoordinasi dengan logam (Miessler dan Tarr, 2003).

5. Pengukuran Harga 10 Dq

Pengukuran harga 10 Dq suatu kompleks cukup rumit terutama bila orbital d terisi lebih dari satu elektron. Pengukuran yang paling mudah adalah bila orbital d hanya terisi sebuah elektron seperti yang terdapat pada ion kompleks [Ti(H2O)6]2+, dengan konfigurasi elektron pada keadaan dasar atom pusat Ti3+, [Ar] 3d14s0. Pada medan octahedral sebuah elektron pada orbital 3d akan menempatkan orbital dengan tingkat energi yang terendah yaitu pada salah satu dari tiga orbital t2g degenerate (Effendy, 2007).

Perbedaan tingkat energi bergantung pada beberapa faktor tetapi semua itu didefinisikan sebagai 10 Dq. Adanya perbedaan tingkat energi menyebabkan terjadinya perbedaan warna kompleks menurut teori medan kristal. Teori medan kristal menjelaskan mengenai kompleks [Ti(H2O)6]3+. Satu elektron dalam orbital Ti3+ akan menempati tingkat energi yang lebih rendah (t2g). apabila kompleks menerima sejumlah energi (energi cahaya) yang energinya sama dengan harga 10 Dq, maka energi tersebut akan diserap untuk eksitasi elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi (eg), karena menyerap energi sebesar hv, energi yang diserap adalah:

E = h.v

Keterangan:
h= tetapan planck
v= frekuensi

(Effendy, 2007)

6. Deret Spektrokimia

Studi eksperimen mengenai spektra sejumlah besar kompleks yang mengandung berbagai ion logam dan ligan telah dipelajari dan dapat dijelaskan bahwa ligan-ligan dapat ditata dalam deret menurut kapasitasnya untuk menyebabkan pemisahan atau pembelahan orbital d dari ion pusat. Deret tersebut bagi ligan-ligan yang umum adalah:

I- < Br- < Cl- < OH- < RCO2- < F < H2O < NCS- < NH3 < en < NO2- < phen < CN-

(Cotton dan Wilkinson, 1998)

C. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas beaker 100 mL, pipet volume 5 mL, labu ukur 10 mL, pipet ukur 5 mL, spektrofotometer spektronik, kuvet, rak, label, bola hisap, dan botol akuades.

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan amonia 1M, larutan amonia Cu2+ 0,1M, akuades.

D. Cara Kerja

Larutan A diambil 2 mL larutan Cu2+ 0,1M dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan diencerkan menggunakan akuades.

Larutan B diambil 2 mL larutan Cu2+ 0,1M dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan 5 mL amonia. Lalu diencerkan menggunakan akuades dan dipindahkan ke dalam kuvet.

Larutan C diambil 2 mL larutan Cu2+ 0,1M dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan 2,5 mL amonia. Lalu diencerkan menggunakan akuades dan dipindahkan ke dalam kuvet.

E. Data Hasil Pengamatan

No.

Cara Kerja

Pengamatan

1.

2 mL larutan Cu2+ 0,1M + 10 mL akuades

Massa cawan = 61,4527 gram

Massa CuSO4.xH2O = 0,2035 gram

Warna padatan CuSO4.xH2O biru

2.

2 mL larutan Cu2+ 0,1M yang sudah diencerkan + 5 mL amonia + akuades sampai batas 10 mL

Terdapat uap air karena padatan menguap

Warna padatan berubah menjadi abu muda

3.

2 mL larutan Cu2+ 0,1M yang sudah diencerkan + 2,5 mL amonia + akuades sampai batas 10 mL

Silika gel pada desikator menyerap air dari padatan CuSO4.xH2O

4.

maks akuades
maks akuades(50):amonia(50)
maks akuades(75):amonia(25)

780 nm
550 nm
560 nm

5.

E1 akuades
E2 akuades(50):amonia(50)
E3 akuades(75):amonia(25)

E1 = 153,3113 kJ/mol
E2 = 217, 4243 kJ/mol
E3 = 213,5414 kJ/mol

Cu2+ + akuades

Akuades : Amonia
(50:30)

Akuades : Amonia
(75:25)

λ (nm)

Absorbansi

λ (nm)

Absorbansi

λ (nm)

Absorbansi

500

0,002

500

0,347

500

0,305

520

0,005

520

0,369

520

0,335

540

0,011

540

0,378

540

0,349

560

0,016

550

0,380

550

0,351

580

0,027

560

0,378

560

0,352

600

0,116

570

0,378

570

0,350

620

0,155

580

0,374

580

0,346

640

0,206

590

0,368

 

 

660

0,259

 

 

 

 

680

0,315

 

 

 

 

700

0,374

 

 

 

 

720

0,414

 

 

 

 

740

0,448

 

 

 

 

760

0,458

 

 

 

 

780

0,464

 

 

 

 

800

0,444

 

 

 

 

820

0,422

 

 

 

 

F. Pembahasan

Percobaan yang dilakukan berjudul Kekuatan Medan Ligan. Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mempelajari perbedaan kekuatan medan ligan antara ligan amonia dan air. Percobaan tersebut menggunakan prinsip kerja penentuan kekuatan medan ligan dengan cara penentuan harga 10 Dq. Harga 10 Dq adalah energi yang dibutuhkan untuk terjadinya splitting orbital d atau elektron yang tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Percobaan ini menggunakan metode pengukuran panjang gelombang maksimal melalui nilai absorbansi dari larutan yang diukur menggunakan alat spektronik.

Percobaan diawali dengan menyiapkan ketiga larutan. Larutan A yaitu larutan Cu2+ 0,02M dalam akuades. Larutan A merupakan pengenceran larutan Cu2+ 0,1M. pengenceran dilakukan untuk mendapatkan lautan dengan konsentrasi yang lebih rendah. Pengamatan yang dilakukan pada larutan A yaitu warna larutan biru muda. Warna tersebut menunjukkan bahwa terbentuknya senyawa kompleks [Cu(H2O)6]2+ dimana atom pusatnya adalah Cu2+ dan ligannya adalah H2O. bilangan koordinasi untuk Cu2+ adalah 6 sesuai dengan bentuknya ligan yang diikat. Hibridisasi yang terjadi adalah sp3d2. Bentuk geometrinya berupa octahedral. Reaksi yang terjadi dan senyawa kompleks tersebut sebagai berikut:

Cu2+(aq) + 6H2O(aq) [Cu(H2O)6]2+(aq)

Warna biru muda yang dihasilkan merupakan penyerapan warna merah dengan panjang gelombang (λ) 700 nm dan frekuensi 14286 cm-1. Hasil percobaan menggunakan alat spektrofotometer spektronik 20 yang digunakan, panjang gelombang maksimal yang diperoleh sebesar 780 nm. Hasil yang diperoleh telah sesuai dengan teori, karena panjang gelombangnya berada di kisaran 700 nm. Dari data yang diperoleh kemudian dibuat grafik hubungan antara panjang gelombang dengan absorbansi.

Dari panjang gelombang maksimum 10 Dq dapat diketahui nilainya dari perhitungan menggunakan rumus E=h.v. dari nilai inilah dapat diketahui kekuatan medan ligan air dan amonia. Dan hasil perhitungan didapat energi 10 Dq adalah 153,3113 kJ/mol. Dari grafik hubungan panjang gelombang dengan absorbansi diketahui nilai absorbansi maksimumnya adalah 0,464. Grafik hubungan panjang gelombang dengan absorbansi larutan Cu2+ adalah akuades sebagai berikut:

Tahap kedua yaitu larutan Cu2+ 0,02M dalam 50:50 campuran akuades dan amonia. Pengamatan yang dilakukan pada larutan B yaitu warna larutan biru tua. Warna tersebut menunjukkan bahwa terbentuknya senyawa kompleks [Cu(H2O)2(NH3)4]2+ atau tetraamina diaquo tembaga (II), dimana atom pusatnya adalah ion Cu2+ dan ligannya adalah H2O dan NH3. Hibridisasi yang terjadi adalah sp3d2. Bentuk geometrinya berupa octahedral. Senyawa kompleks tersebut terbentuk dari reaksi sebagai berikut:

[Cu(H2O)6]2+(aq) + 4NH3(aq)  [Cu(H2O)2(NH3)4]2+(aq) + 4H2O(aq)

Warna biru tua yang dihasilkan merupakan penyerapan warna orange denga panjang gelombang (λ) 620 nm dan frekuensi 16100 cm-1 (Effendy, 2007). Hasil dari percobaan menggunakan alat spektrofotometer spektronik 20 yang digunakan, panjang gelombang maksimum yang diperoleh sebesar 550 nm. Hasil yang didapatkan kurang sesuai dengan teori karena pada panjang gelombang 550 nm warna yang diserap adalah hijau dan warna komplementernya yaitu lembayung. Dari hasil perhitungan didapat energi 10 Dq adalah 217,4243 kJ/mol. Dengan grafik hubungan panjang gelombang dengan absorbansi diketahui nilai absorbansi maksimumnya adalah 0,380. Grafik hubungan panjang gelombang dengan absorbansi larutan Cu2+ dalam larutan akuades dan amonia (50:50) sebagai berikut:

Tahap ketiga yaitu larutan Cu2+ 0,02M dalam 75:25 campuran akuades dan amonia. Pengamatan yang dilakukan pada larutan C yaitu warna larutan biru tua. Warna tersebut menunjukkan bahwa terbentuknya senyawa kompleks [Cu(H2O)2(NH3)4]2+ atau tetraamina diaquo tembaga (II), dimana atom pusatnya adalah ion Cu2+ dan ligannya adalah H2O dan NH3. Hibridisasi yang terjadi adalah sp3d2. Bentuk geometrinya berupa octahedral. Senyawa kompleks tersebut terbentuk dari reaksi sebagai berikut:

[Cu(H2O)6]2+(aq) + 4NH3(aq)  [Cu(H2O)2(NH3)4]2+(aq) + 4H2O(aq)

Warna biru tua yang dihasilkan merupakan penyerapan warna orange denga panjang gelombang (λ) 620 nm dan frekuensi 16100 cm-1 (Effendy, 2007). Hasil dari percobaan menggunakan alat spektrofotometer spektronik 20 yang digunakan, panjang gelombang maksimum yang diperoleh sebesar 560 nm. Hasil yang didapatkan kurang sesuai dengan teori karena pada panjang gelombang 550 nm warna yang diserap adalah kuning dan warna komplementernya yaitu violet. Dari hasil perhitungan didapat energi 10 Dq adalah 213,5414 kJ/mol. Grafik hubungan panjang gelombang dengan absorbansi diketahui nilai absorbansi maksimumnya adalah 0,352. Grafik hubungan panjang gelombang dengan absorbansi larutan Cu2+ dalam larutan akuades dan amonia (75:25) sebagai berikut:

Hampir semua senyawa-senyawa kompleks mempunyai warna-warna tertentu, karena zat ini menyerap sinar di daerah tempak. Bila zat menyerap warna atau panjang gelombang tertentu dari sinar tampak, zat tersebut berwarna hitam. Sebaliknya bila zat sama sekali tidak menyerap zat tersebut maka berwarna putih (Sukardjo, 1992). Susunan warna pada pita sinar disebut dengan spektrum sinar tampak.

Teori deret spektrokimia menjelaskan bahwa ligan NH3 lebih kuat daripada ligan H2O. dari data panjang gelombang maksimum yang diperoleh, nilai 10 Dq untuk larutan B adalah 217,4243 kJ/mol lebih besar dari nilai 10 Dq pada larutan A yaitu 153,3113 kJ/mol. Hal tersebut diakibatkan dari adanya pasangan elektron bebas pada ligan air dan amonia. Pada ligan amonia, terdapat satu pasang elektron bebas sedangkan pada ligan air terdapat 2 pasang elektron bebas. Hal ini menyebabkan ikatan antara ligan amonia dengan ion Cu2+ lebih besar sehingga mendapatkan nilai 10 Dq yang lebih bear. Elektron lebih suka berpasangan terlebih dahulu di orbital yang mempunyai energi rendah (amonia) baru menempatkan di orbital yang energinya lebih tinggi (air) dan mengalami hibridisasi.

Dari hasil percobaan nilai Dq antara larutan B yaitu 217,4243 kJ/mol lebih besar daripada larutan C yaitu 213,5414 kJ/mol. Hal ini dikarenakan kadar amonia dalam larutan C lebih sedikit dibanding larutan B. apabila konsentrasi amonia yang ditambahkan sedikit maka absorbansinya yang maksimum terletak pada panjang gelombang yang lebih tinggi daripada dengan penambahan amonia dalam jumlah banyak. Semakin kuat medan ligan yang ditandai dengan semakin banyaknya kadar amonia maka semakin kecil panjang gelombang yang diserap sehingga semakin besar nilai 10 Dq yang diperoleh.

G. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ligan NH3 lebih kuat dari ligan H2O. Hal ini sesuai dengan teori menurut spektrokimia yang mana ligan amonia lebih kuat dari ligan air. Semakin besar harga 10 Dq maka ligan semakin kuat, sedangkan semakin kecil panjang gelombang maka ligan akan semakin kuat.

H. Daftar Pustaka

  • Cotton, F. A. dan Wilkinson, G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI Press.
  • Day, R. A. dan Underwood, A. L. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
  • Effendy. 2007. Perspektif Baru Kimia Koordinasi Jilid I. Malang: Bayu Media.
  • Miessler, G. L. dan Tarr, D. A. 2003. Inorganic Chemistry 3rd Edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
  • Petrucci, R. H. dan Harwood, W. S. 1989. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.
  • Saito, T. 1996. Kimia Anorganik. Tokyo: Iwanami Publishing Company.
  • Sukardjo. 1992. Kimia Koordinasi. Jakarta: PT. Bineka Cipta.

Posting Komentar untuk "Laporan Praktikum Kekuatan Medan Ligan"