Laporan Praktikum Stoikiometri Senyawa Kompleks Ammin Tembaga (II)
PRAKTIKUM
KIMIA KOORDINASI
“STOIKIOMETRI SENYAWA KOMPLEKS AMMIN TEMBAGA (II)”
A. Tujuan
Menentukan rumus molekul kompleks ammin-tembaga (II)
B. Dasar Teori
1. Senyawa Kompleks
Suatu senyawa dapat tersusun atas atom-atom atau ion-ion. Senyawa yang tersusun atas atom-atom contohnya adalah H2O, HCl, dan NH3. Senyawa yang tersusun atas ion-ion contohnya adalah NaCl, KCl, dan (NH4)NO3. Senyawa yang tersusun atas atom-atom merupakan senyawa kovalen, sedangkan yang tersusun atas ion-ion merupakan senyawa ionik. Di dalam senyawa kovalen, atom-atom berikatan satu dengan yang lain melalui ikatan kovalen. Pada waktu terbentuk ikatan kovalen terjadi pemakaian bersama pasangan elektron, masing-masing atom menyumbang satu elektron (Effendy, 2007).
Ikatan kovalen dapat juga terbentuk dengan pasangan elektron berdasarkan dari salah satu atom seperti ikatan kovalen yang terjadi antara atom-atom nitrogen dan atom boron dalam H3N BF3 yang diperoleh dari reaksi antara NH3 dan BF3. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
NH3 + BF3 → H3N- BF3
Ikatan kovalen dengan pasangan elektron berasal dari salah satu atom yang berikatan disebut ikatan kovalen koordinasi. Molekul NH3 di atas menyumbangkan pasangan elektron bebas jadi berlaku sebagai basa lewis, sedangkan molekul BF3 yang menerima pasangan elektron bebas berlaku sebagai asam lewis (Effendy, 2007).
Secara umum, senyawa yang pembentukannya melibatkan pembentukan ikatan kovalen koordinasi dapat dianggap sebagai senyawa koordinasi. Dalam konteks yang lebih khusus, senyawa koordinasi adalah senyawa yang pembentukannya melibatkan pembentukan ikatan kovalen koordinasi antara ion logam atau atom logam dengan atom non logam. Senyawa koordinasi ini lebih dikenal sebagai senyawa kompleks. Senyawa kompleks dapat merupakan senyawa kompleks netral seperti [Ni(CO)4] atau senyawa kompleks ionik seperti [Ag(NH3)2]Cl.
Senyawa kompleks ionik terdiri atas ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Dalam pembentukan senyawa kompleks netral atau senyawa kompleks ionik, atom logam atau ion logam disebut sebagai atom pusat, sedangkan atom yang dapat mendonorkan elektronnya ke atom pusat disebut atom donor. Atom donor terdapat pada suatu ion atau molekul netral. Ion dan molekul netral yang memiliki atom-atom donor yang dikoordinasikan pada atom pusat disebut dengan ligan (Effendy, 2007).
2. Senyawa Ammin-Tembaga (II)
Tembaga adalah logam merah muda yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Tembaga memiliki titik lebur 1038oC. Tembaga potensial elektroda standarnya positif (+0,34V) untuk pasangan Cu/Cu2+. Tembaga tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer meskipun dengan adanya oksigen, tembaga bisa sedikit larut. Terdapat dua deret senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga (I) diturunkan dari tembaga (I) oksida (Cu2O) yang merah dan mengandung ion tembaga (I) (Cu+). Senyawa-senyawa ini tak berwarna. Kebanyakan garam tembaga (I) tak larut dalam air, sifatnya mirip dengan senyawa perak (I) yaitu mudah dioksidasi menjadi senyawa tembaga (II) yang dapat diturunkan dari tembaga (II) oksida (CuO) hitam. Garam-garam tembaga (II) umumnya berwarna biru baik dalam bentuk hidrat, padat, maupun dalam larutan air. Garam-garam tembaga (II) anhidrat, seperti tembaga (II) sulfat anhidrat (CuSO4) berwarna putih atau sedikit kuning. Dalam larutan air selalu terdapat ion kompleks tetra akuo (Svehla, 1990).
Tembaga memiliki elektron 5 tunggal di luar kulit 3d yang terisi. Hal tersebut kurang umum dengan golongan alkali kecuali stoikiometri formal dalam tingkat oksidasi H. Kulit d yang terisi jauh kurang efektif daripada kulit gas mulia dalam melindungi elektron s dari muatan inti, sehingga potensial pengionan pertama Cu lebih tinggi daripada golongan alkali. Potensial pengionan kedua dan ketiga Cu untuk sifat logam transisi. Tembaga mudah larut dalam asam nitrat dan dalam asam sulfat dengan adanya oksigen. Tembaga juga larut dalam larutan KCN atau amonia dengan adanya oksigen seperti dicirikan dengan potensialnya. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Cu + 2NH3 → [Cu(NH3)2]+ → [Cu(NH3)4]2+
Pelarutan tembaga, hidroksida, karbonat, dan sebagainya dalam asam menghasilkan ion akuo hijau kebiruan yang dapat ditulis [Cu(H2O)6]2+. Dua dari molekul-molekul H2O berada lebih jauh daripada empat yang lainnya. Dengan NH3 misalnya, spesies [Co(NH3)(H2O)3]2+ dibentuk dengan cara normal. Namun penambahan molekul NH3 yang kelima dan keenam sulit. Molekul keenam dapat ditambahkan hanya dalam cairan amonia. Alasan untuk perilaku tidak lazim ini dihubungkan dengan efek John-Teller. Ion Cu (II) tidak mengikat ligan kelima dan keenam secara kuat meskipun H2O (Cotton dan Wilkinson, 2014).
3. Stoikiometri
Stoikiometri menyangkut cara perhitungan kimia untuk menimbang dan menghitung spesi-spesi. Stoikiometri adalah kajian tentang hubungan-hubungan kuantitatif dalam reaksi kimia (Achmad, 2001). Dalam ilmu kimia, stoikiometri merupakan ilmu yang mempelajari dan menghitung hubungan kuantitatif dari reaktan dan produk dalam reaksi kimia. Kata stoikiometri juga dapat didefinisikan dengan mengukur unsur. Istilah ini umumnya digunakan lebih luas yaitu meliputi bermacam pengukuran yang lebih luas dan meliputi perhitungan zat dan campuran kimia. Zat yang dimaksud merupakan unsur-unsur, senyawa, dan lainnya (Petrucci, 1987).
4. Larutan Standar
Larutan standar merupakan suatu larutan yang konsentrasinya diketahui secara pasti disebut larutan standar. Larutan standar ditambahkan secara bertahap ke larutan lain yang konsentrasinya telah diketahui, sampai reaksi kimia antara kedua larutan tersebut berlangsung sempurna. Jika kita mengetahui volume larutan standar dan larutan tidak diketahui yang digunakan dalam titran, maka tidak dapat menghitung konsentrasi larutan tidak diketahui tersebut (Chang, 2004).
Semua metode titrimetri tergantung pada larutan standar yang mengandung sejumlah reagen volume larutan dengan tetapan yang tinggi. Konsentrasi dinyatakan dalam normalitas (g/L). larutan standar disiapkan dengan menimbang reagen murni secara tepat, karena tidak semua standar tersedia dalam keadaan murni. Oleh karena itu, dikenal standar primer yaitu zat yang tersedia dalam komposisi kimia yang jelas dan murni. Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya ditentukan dengan cara pembakuan (Khopkar, 1990).
5. Indikator Asam Basa
Indikator yang digunakan dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sedikit demi sedikit mungkin dan umumnya dua hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketetapan hasil titrasi maka titik akhir titran dipilih sedikit demi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih indikator yang tepat dam sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara memilih perubahan warna indikator disebut titik akhir titran (Chang, 2004). Untuk setiap indikator mempunyai trayek pH tertentu. Pemilihan indikator didasarkan pada pH larutan yang berada pada titik ekuivalen (Harjadi, 1989).
6. Ekstraksi dan Koefisien Distribusi
Proses ekstraksi pemisahan kimia merupakan cara memisahkan zat terlarut melalui dua buah pelarut yang dapat melarutkan, sampel dilarutkan dalam refinat yang berada dalam kontak dengan “ekstraktan” sehingga terjadi perpindahan molekul zat terlarut karena perbedaan kelarutan di kedua jenis pelarut. Dengan demikian, pemisahan cara kimia terjadi secara alami dalam dua pelarut cair-cair. Pada penambahan teoritis biasanya mengenal ekstraksi zat terlarut diekstraksi oleh pelarut organik dari fase air (Wonohardjo, 2013).
Prinsip metode ekstraksi cair-cair ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur seperti benzene dan kloroform. Batasannya adalah zat terlarut yang dapat ditransfer pada jumlah yang berbeda dalam kedua fasa pelarut. Teknis ini digunakan untuk preparasi, pemurnian, pemisahan, serta analisis. Hukum yang mendasari ekstraksi cair-cair adalah hukum fase Gibbs yang menyatakan:
P + V = c +2
Menurut hukum distribusi Nerst, jika [x1] adalah konsentrasi zat terlarut dalam fase 1 dan [x2] adalah konsentrasi zat terlarut dalam fase 2 maka pada kesetimbangan x1 dan x2 didapat:
KD = [x1] / [x2]
Dimana KD adalah koefisien partisi. Koefisien partisi tidak tergantung pada konsentrasi total zat terlarut pada kedua fase tersebut (Khopkar, 1990).
C. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah buret 50 mL, erlenmeyer 250 mL, gelas beaker 100 mL, gelas beaker 250 mL, corong pisah 250 mL, pipet gondok 10 mL, statif + klem katak, statif + klemm o-ring, gelas ukur 25 mL, corong gelas, dan botol akuades.
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah 5 mmol kristal H2C2O4.H2O, 18,7 mL larutan NH3 25%, 25 mmol CuSO4.5H2O, larutan HCl 0,5 M, larutan NaOH 0,5 M, kloroform, indikator penolptalein (pp), indikator methyl orange (mo), dan akuades.
D. Cara Kerja
Kristal H2C2O4.H2O 5 mmol dilarutkan dnegan 50 mL akuades sehingga menghasilkan larutan standar H2C2O4 0,1 M. Larutan NH3 25% 1,87 mL massa jenis 0,91 kg/L dilarutkan dalam akuades dihasilkan 250 mL larutan amonia 1 M. 25 mmol CuSO4.5H2O dilarutkan dengan 250 mL akuades dihasilkan larutan ion Cu2+ 0,1 M.
Standarisasi larutan NaOH dengan memasukkan larutan NaOH ke dalam buret larutan yang akan distandarisasi. Diambil 10 mL larutan standar H2C2O4 dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 2 tetes indikator pp kemudian dititrasi dengan larutan NaOH sebanyak 3 kali.
Standarisasi larutan HCl dengan memasukkan larutan HCl ke dalam buret larutan yang akan distandarisasi. Diambil 10 mL larutan standar NaOH dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 2 tetes indikator pp kemudian dititrasi dengan larutan HCl sebanyak 3 kali.
Standarisasi larutan NH3 dengan memasukkan larutan NH3 ke dalam buret larutan yang akan distandarisasi. Diambil 10 mL larutan standar HCl dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 2 tetes indikator mo kemudian dititrasi dengan larutan NH3 sebanyak 3 kali.
Penentuan koefisien distribusi amonia antara air dan kloroform. Sebanyak 10 mL larutan NH3 1M ditambahkan 10 mL larutan air. Kemudian dimasukkan ke dalam corong pisah dan dikocok hingga homogen. Ditambahkan 25 mL kloroform dikocok 5-10 menit kemudian didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan. 10 mL larutan kloroform dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah diisi dengan 10 mL air. Lalu ditambahkan indikator mo dan dititrasi larutan standar HCl 0,5M diulangi titrasi untuk 10 mL kedua dan sisanya. Hasil titrasi dihitung koefisien distribusi amonia.
Penentuan rumus kompleks Cu-ammin dengan cara 10 mL larutan NH3 1M ditambahkan 10 mL larutan ion Cu2+ 0,1M lalu dimasukkan ke dalam corong pisah dan dikocok hingga homogen. Lalu ditambahkan 25 mL kloroform dikocok k 5-10 menit kemudian didiamkan hingga terbentuk 2 lapisan. 10 mL larutan kloroform dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang telah diisi dengan 10 mL air. Lalu ditambahkan indikator mo dan dititrasi larutan standar HCl 0,5M diulangi titrasi untuk 10 mL kedua dan sisanya. Hasil titrasi dihitung jumlah amonia dan banyaknya amonia yang terkomplekskan.
E. Data Hasil Pengamatan
1. Standarisasi Larutan NaOH
|
Titrasi 1 |
Titrasi 2 |
Titrasi 3 |
Rata-rata |
V H2C2O4 |
10 mL |
10 mL |
10 mL |
10 mL |
V NaOH |
3,95 mL |
4,05 mL |
4,1 mL |
4,03 mL |
2. Standarisasi Larutan HCl
|
Titrasi 1 |
Titrasi 2 |
Titrasi 3 |
Rata-rata |
V H2C2O4 |
10 mL |
10 mL |
10 mL |
10 mL |
V NaOH |
12,3 mL |
10 mL |
10,05 mL |
10,783 mL |
3. Standarisasi Larutan NH3
|
Titrasi 1 |
Titrasi 2 |
Titrasi 3 |
Rata-rata |
V H2C2O4 |
10 mL |
10 mL |
10 mL |
10 mL |
V NaOH |
5,55 mL |
5,4 mL |
5,6 mL |
5,516 mL |
4. Penentuan koefisien distribusi amonia antara air dan kloroform
No. |
Cara Kerja |
Pengamatan |
1. |
10 mL NH3 1M + 10 mL air lalu dikocok |
NH3 dan air tidak berwarna |
2. |
Ditambahkan 25 mL kloroform, dikocok selama 5-10 menit |
Lapisan atas air, bawah kloroform |
3. |
Didiamkan kemudian dipisahkan |
Kloroform+akuades+HCl Titrasi 1=3,1 mL Titrasi 2=0,75 mL Titrasi 3 0,75 mL Air+H2O+HCl Titrasi 1=8,25 mL Titrasi 2=2,85 mL |
4. |
10 mL kloroform + 10 mL air, ditambahkan indikator mo |
Vrata-rata 1 = 1,5333 mL Vrata-rata 2 = 5,55 mL |
5. |
Titrasi dengan HCl 0,5 M |
Tidak berwarna orange |
6. |
Hitung koefisien distribusi |
Kd= 0,1816 |
5. Penentuan rumus kompleks Cu-ammin
Cara Kerja |
Pengamatan |
|
1. |
10 mL NH3 1M + 10 mL Cu2+ lalu dikocok |
NH3 tidak berwarna, Cu2+ berwarna biru |
2. |
Ditambahkan 25 mL kloroform, dikocok 5-10 menit |
Larutan berwarna biru pekat |
3. |
Didiamkan kemudian dipisahkan |
Terbentuk 2 lapisan Lapisan atas: [Cu(NH3)2]2+ (biru gelap) Lapisan bawah: kloroform |
4. |
10 mL kloroform + 10 mL air, ditambahkan indikator mo |
V=23 mL (bawah) V= 14,5 mL (atas) |
5. |
Titrasi dengan HCl 0,5 M |
V1=0,3 mL V2=0,2 mL V3=0,1 mL Vrata-rata HCl=0,2 mL |
6. |
Hitung jumlah amonia dan banyaknya amonia yang terkomplekskan |
Rumus molekul: [Cu(NH3)8]2+ |
F. Pembahasan
Percobaan yang dilakukan berjudul Sttoikiometri Senyawa Kompleks Ammin-Tembaga (II). Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan rumus molekul ammin tembaga (II). Prinsip kerja yang digunakan pada percobaan ini adalah koefisien distribusi larutan dalam pelarut. Metode yang digunakan yaitu penentuan koefisien distribusi amonia dalam air dan kloroform. Koefisien distribusi amonia dalam air dan kloroform dinyatakan dengan rumus:
Kd = [amonia] kloroform : [amonia] air
Koefisien distribusi atau teteapan distribusi menurut hukum Nerst yaitu kedua pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan dimana kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organik dan air. Dalam praktik, solut akan terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap (Soebagio, 2000).
Standarisasi pada percobaan tersebut dilakukan sebanyak tiga kali yaitu standarisasi larutan NaOH, standarisasi larutan HCl, dan standarisasi larutan NH3 yang akan digunakan pada percobaan tersebut. Masing-masing standarisasi diulangi sebanyak tiga kali supaya hasil titrasinya akurat. Semakin banyak pengulangan maka hasil titrasi yang didapatkan semakin akurat. Pada standarisasi larutan NaOH digunakan larutan H2C2O4 sebagai larutan standar dengan menggunakan indikator phenolptalein, indikator pp digunakan karena larutan standar yang digunakan yaitu asam lemah dan larutan yang akan distandardisasi yaitu basa kuat, sehingga titik akhir titrasi akan ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda. Warna merah muda tersebut juga menunjukkan bahwa larutan akhir yang didapatkan bersifat basa. Pada standarisasi larutan HCl digunakan larutan NaOH sebagai larutan standar dengan menggunakan indikator pp. Indikator pp digunakan karena larutan standar yang digunakan yaitu basa kuat dan larutan yang akan distandardisasi yaitu asam kuat sehingga saat larutan ditambahkan indikator pp akan berwarna merah muda. Perubahan warna tersebut menunjukkan bahwa larutan mencapai pH 7.
Saat dititrasi titik akhir akan ditandai dengan perubahan warna larutan menjadi tidak berwarna. Hal tersebut menunjukkan bahwa larutan akhir yang didapatkan bersifat asam. Pada standarisasi larutan NH3digunakan larutan HCl sebagai larutan standar dengan menggunakan indikator mo. Indikator mo digunakan karena mudah berubah warna pada pH sedikit asam dan perubahannya jelas. Larutan standar HCl merupakan asam kuat dan NH3 merupakan basa lemah, artinya titrasi yang digunakan yaitu titrasi asam. Saat ditetesi indikator mo larutan tidak berwarna dan saat mencapai titik akhir titrasi larutan berwarna orange. Perubahan warna tersebut bersifat asam saat mencapai titik akhir titrasi.
Dari hasil titrasi didapatkan volume larutan NaOH yang digunakan untuk menitrasi yaitu 4,033 mL dan konsentrasi yang didapatkan sebesar 8,7959 M. Volume rata-rata larutan HCl yang digunakan untuk titrasi yaitu 10,783 mL dan konsentrasi yang didapatkan sebesar 0,4598 M. sedangkan volume rata-rata larutan NH3 yang digunakan untuk titrasi yaitu 5,516 mL dan konsentrasi yang didapatkan sebesar 0,833 M. reaksi standarisasi yang terjadi sebagai berikut:
2NaOH(aq) + H2C2O4(aq)
→ Na2C2O4(aq)
+ 2H2O(l)
HCl(aq) + NaOH(aq) → NaCl(aq) + H2O(l)
NH3(aq) + HCl(aq) → NH4Cl(aq)
Penentuan koefisien distribusi amonia antara air dan kloroform didapatkan hasil pengamatan NH3 saat ditambahkan dengan air dan dikocok larutan juga tidak berwarna. Saat ditambahkan dengan kloroform dan dikocok larutan juga tidak berwarna. Dalam hal ini NH3 disebut zat terlarut yang akan terdistribusi, kloroform dan air disebut sebagai zat pelarut. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
NH3(aq) + H2O(aq)
→ NH4OH(aq)
3NH4OH(aq) + CHCl3(aq) → 3NH4Cl(aq)
+ CH3+(aq) + 3OH-(aq)
Campuran dikocok bertujuan agar campuran homogen. Setelah itu didiamkan, hal ini bertujuan agar proses distribusi larutan NH3 dalam air dan kloroform berjalan maksimal sehingga terbentuk dua lapisan yaitu NH3 dalam air dan NH3 dalam kloroform. Lapisan ats merupakan NH3 dalam air dan lapisan bawah merupakan NH3 dalam kloroform. Kloroform mempunyai massa jenis yang lebih besar daripada air yaitu 1,49 g/mL, sedangkan massa jenis air yaitu 0,997 g/mL sehingga kloroform berada di lapisan bawah. Saat titrasi larutan yang semula tidak berwarna berubah warna menjadi orange. Berdasarkan percobaan, diperoleh [NH3] kloroform sebesar 0,0299 M dan [NH3] air sebesar 0,1646 M sehingga diperoleh Kd sebesar 0,1816.
Penentuan rumus kompleks Cu-Ammin didapatkan hasil pengamatan NH3 saat ditambahkan Cu2+ dan dikocok larutan berwarna biru. Warna biru didapatkan dari larutan Cu2+, saat ditambahkan dengan kloroform dan dikocok larutan berwarna biru pekat. Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
2NH3(aq) + Cu2+
→ [Cu(NH3)2]2+(aq)
[Cu(NH3)2]2+(aq) + CHCl3(aq) [Cu(NH3)2].2Cl(aq)
+ CHCl2+(aq)
Saat larutan didiamkan terbentuk dua lapisan, lapisan atas merupakan [Cu(NH3)2]2+ yang berwarna biru gelap dan lapisan bawah merupakan kloroform. Kloroform memiliki massa jenis yang lebih besar dan pada [Cu(NH3)2]2+, sehingga kloroform berada di lapisan bawah. Saat dititrasi larutan yang semula tidak berwarna berubah menjadi orange. Berdasarkan percobaan diperoleh [NH3] kloroform sebesar 0,0039 M dan [NH3] air sebesar 0,0214 M.
Penentuan rumus molekul kompleks ammin-tembaga (II) dapat ditentukan dengan penentuan Kd (koefisien distribusi) terlebih dahulu yang dapat ditentukan dan perhitungan konsentrasi NH3 pada kloroform dibagi dengan NH3 pada air. Setelah didapatkan Kd, perhitungan kemudian dilanjutkan untuk mencari konsentrasi NH3 bereaksi diperoleh mmol NH3 bereaksi sebesar 7,933 mmol. Mol Cu2+ ditentukan kemudian dibandingkan dengan mol NH3 terkompleks. Berdasarkan percobaan diperoleh perbandingan 1:8, sehingga diperoleh rumus kompleksnya yaitu [Cu(NH3)8]2+. Secara teori, Cu mempunyai bilangan koordinasi tiga, dimana menyatakan jumlah pasangan elektron ligan yang digunakan dalam membentuk ikatan dengan atom pusatnya. Sedangkan NH3 adalah ligan monodental yang hanya mendonorkan satu pasang elektron.
G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa rumus molekul kompleks ammin-tembaga (II) yang diperoleh yaitu [Cu(NH3)8]2+.
H. Daftar Pustaka
- Achmad, H. dan Tupamahu. 2008. Stoikiometri Energi Kimia. Bandung: Cita Aditya Bakti.
- Chang, R. 2004. Kimia Dasar Konsep-konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
- Cotton, F. A. dan Wilkinson, G. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI Press.
- Effendy. 2007. Perspektif Baru Kimia Koordinasi Jilid 1. Malang: Bayumedia Publishing.
- Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia.
- Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.
- Petrucci, R. N. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Serapan Modern. Jakarta: Erlangga.
- Svehla. 1990. Analisis Organik Kualitatif Mikro dan Semimikro. Jakarta: PT. Kalman.
- Wonohardjo, S. 2012. Metode-metode Pemisahan Kimia. Jakarta: Akademia Permata.
Posting Komentar untuk "Laporan Praktikum Stoikiometri Senyawa Kompleks Ammin Tembaga (II)"